Nyalin atau Metik (Ngala Indung Pare/Metik) merupakan sebuah kearipan lokal yang ada di Karawang, budaya yang diturunkan dan diajarkan oleh para karuhun yang penuh filosopi, agar kita “Mipit Kudu Amit Ngala Kudu Menta” sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama.
Kearipan lokal ini (Nyalin) sudah hampir ratusan tahun di lakukan oleh petani – petani di Karawang, setiap menjelang panen, meski hal itu masih dilaksanakan masing-masing petani, karna panen padi yang tidak bersamaan.
Petani yang akan panen akan merasa tidak komplit jika tidak membawa bacaan dan sesajen ke sawah, namun karena perubahan jaman, sekarang ini tidak banyak orang yang mau ikut ke sawah mengikuti prosesi nyalin, hal ini disebabkan masih di sangkutkan dengan hal MUSYRIK karena biasanya yang dibawa adalah kelapa dawegan , pohon tebu, bakakak Ayam, Telor ayam, bakar kemenyan, dan nasi uduk. Nah ini yang sering di sangka SESUGUH dan MUSYRIK, padahal tentu ada niat baik dan rasa syukur kepada sang pencipta alam, atas kesuburan yang di berikan, juga ini bisa di kaitkan dengan sodaqoh/sedekah berbagi rizki makanan untuk sesama sodara yang membantu hasil panen di sawah, selebihnya mengenai Budaya NYALIN yang harus di beri SESAJEN adalah salah satu KEKAYAAN INTELEKTUAL bangsa dan budaya.
Dari hal itu (Nyalin) petani Karawang juga bisa mengadakan hiburan dengan Karya – karya kesenian dari para seniman Karawang yang di suguhkan atas melimpahnya hasil panen yang diberikan sang pencipta alam, dari masa ke masa.
Alhamdulillah pada Minggu 27 Maret 2022 berlokasi di persawahan Desa Dukuhkarya, Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang, All KOMUNITAS RENGASDENGKLOK BERBAGI (AKRAB) kembali melaksanakan tradisi NYALIN (ngala indung pare) dengan Sederhana, tradisi di mulai dengan memetik padi dan membacakan do’a bersama, untuk rasa syukur dan nikmat yang diberikan sang pencipta alam kepada kita khususnya para petani.
“Alhamdulilah, All Komunitas Rengasdengklok Berbagi dapat melaksanakan tradisi NYALIN di Persawahan Desa Dukuhkarya Kecamatan Rengasdengklok Kabupaten Karawang dengan sederahana”, kata Elbaran Alzena Elfauzan yang akrab di panggil Alzen kepada awak media, Minggu (27/03/2022).
“Tradisi di mulai dengan memetik padi dan membacakan do’a bersama, untuk rasa syukur dan nikmat yang diberikan sang pencipta alam kepada kita khususnya para petani”, lanjutnya
Elbaran Alzena Elfauzan yang juga Dewan Pembina All Komunitas Rengasdengklok Berbagi (AKRAB), menerangkan bahwa kegiatan ini di lakukan atas dasar tujuan melestarikan kembali budaya NYALIN, karna seiring perkembangan jaman budaya ini mulai tergerus masa dan di lupakan oleh generasi generasi muda.
“Kita harus melestarikan budaya NYALIN, dengan cara kembali mengajak masyarakat dan pemuda untuk Melestarikan budaya ini”, ajak Elbaran Alzena Elfauzan.
“Karna ini adalah bentuk KEKAYAAN INTELEKTUAL BANGSA yang harus kita miliki dan tentu sudah sepatutnya generasi muda menjaga dan melestarikannya, agar budaya NYALIN tidak hilang dan tergerus masa”, papar Elbaran Alzena Elfauzan
“Dan bentuk wujud syukur atas nikmat Sang Maha Kuasa atas kesuburan tanah dan hasil panen yang melimpah melalui Budaya dan Agama”, pungkasnya
AKRAB – red