Bahas Tata Ruang, Rudi Rubijaya: Tantangan Pembangunan Perlu Strategi Penyediaan Lahan
Mediasuararakyat.com – Serang, Banten | Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten hadiri Rapat Koordinasi tahun anggaran 2022.
Dalam kesempatan tersebut Rudi Rubijaya mengatakan, bahwa penyediaan ruang untuk permukiman berhubungan dengan visi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengenai pengelolaan bumi dan air serta kekayaan alam diperuntukan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
“Kegiatan ini sesuai dengan visi kami, di dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Dimana juga salah satunya menyediakan ruang untuk permukiman, menyediakan kebutuhan masyarakat yang terus bertambah,” ujar Rudi dalam Rapat Koordinasi I Tahun Anggaran 2022 Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Banten dengan agenda Pembahasan Tata Ruang dan Pertanahan di Provinsi Banten, Rabu (3/8/2022)
Rudi memaparkan perihal kebijakan pertanahan terhadap kawasan permukiman dan sinkronisasi tata ruang dengan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) serta implementasi Reforma Agraria dan konsolidasi tanah di Provinsi Banten. Pertama, mengenai kebijakan pertanahan terhadap kawasan permukiman. Rudi menjelaskan tantangan pembangunan perumahan di Provinsi Banten, diantaranya peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas sosial ekonomi yang berbanding terbalik dengan lahan yang tersedia sehingga berdampak pada peningkatan harga tanah.
Pihaknya melanjutkan dalam menjawab permasalahan ini, dilakukanlah terobosan strategi penyediaan lahan untuk pembangunan perumahan melalui pengadaan tanah dan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah berpotensi dalam penyediaan tanah untuk pembangunan sekaligus sebagai solusi alternatif strategis dalam pencegahan dan penanganan area kumuh di perkotaan.
Rudi juga menyampaikan di Provinsi Banten daerah yang telah berhasil menerapkan Konsolidasi Tanah adalah Kampung Reforma Agraria yang terletak di Desa Mekarsari, Panimbang, Kabupaten Pandeglang.Kedua, mengenai sinkronisasi tata ruang dengan Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Pihaknya menyampaikan apabila LSD sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) maka akan dipertahankan namun jika tidak sesuai maka akan dilakukan verifikasi.
“Jika dari hasil verifikasi terdapat hak atas tanah non sawah atau PTP (Pertimbangan Teknis Pertanahan-red), terdapat bangunan atau urugan sebelum 16 Desember 2021, kemudian terdapat proyek/rencana proyek strategis nasional, LSD relatif sempit kurang dari 5.000 M2, terdapat kepentingan nasional lainnya dan rencana pengembangan wilayah dalam 3 tahun ke depan pada lokasi yang ditetapkan sebagai LSD, maka berdasarkan kesepakatan pemerintah daerah dapat dikeluarkan dari LSD,” beber Rudi.
Rudi juga menjelaskan mengenai kelembagaan yang ada dalam pengendalian alih fungsi sawah ini, dimana bukan hanya ada Kementerian ATR/BPN saja namun juga melibatkan beberapa lembaga kementerian lainnya, diantaranya Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian Dalam Negeri dan 4 Kementerian lainnya.
Ketiga, sebelum menutup pemaparannya, Rudi menjelaskan mengenai Reforma Agraria. Bahwa tujuan Reforma Agraria yakni mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemillikan tanah, menciptakan sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup. Selain itu, Reforma Agraria juga dapat menjadi solusi untuk menangani juga menyelesaikan konflik agraria.**
Penulis: Asep Ucu SN