Mediasuararakyat.com – Pandeglang, Banten | Polres Pandeglang Polda Banten akhirnya angkat bicara soal dugaan pelecehan yang terduga dilakukan oleh seorang oknum anggota DPRD Pandeglang berinisial Y yang dilaporkan korban warga Kecamatan Majasari inisial M pada 22 April 2022 lalu. Namun ditengah perjalanan saat hendak dilakukan pemeriksaan, korban mencabut LP pada 28 Mei 2022.
Hal itu disampaikan Waka Polres Pandeglang, Kompol Andi kepada wartawan, di Polres Pandeglang, Selasa (22/11/2022).
Menurut Kompol Andi, ketika korban sudah melaporkan kejadian pelecehan yang dialaminya berikut dengan bukti hasil visum yang disampaikan pada penyidik Unit PPA Polres Pandeglang dan sudah memenuhi unsur tersebut.
“Tiba-tiba korban yang didampingi dari dinas Perlindungan Perempuan dan Anak mencabut laporannya, padahal menurut penyidik sedang dalam proses pemeriksaan saksi. Dan tiba-tiba minta dilanjut lagi LP nya pada penyidik dimana betul yang dilaporkan itu inisial Y oknum anggota dewan,” terang Kompol Andi.
Sikap dari Polres Pandeglang sendiri katanya, rencananya akan kembali melakukan pertemuan antara korban dengan terduga pelaku tersebut.
“Dari hasil visum sih ada tanda-tanda pencabulan dan sudah memenuhi unsur serta terduga pelaku bisa ditetapkan jadi tersangka. Tetapi rencananya Polres Pandeglang akan kembali melakukan pertemuan antara korban dan pelaku,” ujarnya.
Diketahui, seorang anggota DPRD Kabupaten Pandeglang, dilaporkan ke Polres Pandeglang, karena diduga menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap seorang gadis asal Kecamatan Majasari, Pandeglang.
Laporan itu kemudian diterima Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pandeglang. Polisi turut menghadirkan keluarga korban dan terduga pelaku yang difasilitasi dalam satu ruangan.
Setelah proses fasilitasi berlangsung lebih dari 2 jam, terduga pelaku keluar dari ruangan pukul 11.30 WIB tanpa memberi keterangan apapun ke awak media sambil bergegas menaiki mobil.
Tak lama, keluarga korban keluar dari ruangan yang sama didampingi tim dari Perlindungan Perempuan dan Anak pada Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Pandeglang.
Ibu korban menuturkan, pertemuan itu difasilitasi oleh Kepolisian. Dari pertemuan itu terduga pelaku meminta keluarga korban untuk menghentikan kasus tersebut dan diselesaikan secara kekeluargaan.
“Tadi saya satu ruangan dengan pelaku. Yang dibahas bahwa pelaku ingin kasusnya dihentikan, jangan sampai lanjut. Diselesaikan secara kekeluargaan. Saya memaafkan, cuma proses harus tetap jalan,” ujarnya.
Dia beralasan, kasus tersebut telah “memukul” mental anak dan keluarganya. Apalagi akibat kejadian itu, psikologi anaknya sempat jatuh dan menimbulkan trauma berkepanjangan.
“Harapannya saya lanjut, tidak mau ada korban lain dari kejahatan anggota dewan itu. Harga diri saya sudah diinjak-injak. Anak saya sempat drop, tapi sekarang mulai tenang walaupun masih ada rasa trauma,” bebernya.
Dirinya menceritakan, kejadian itu bermula saat bulan April 2022 lalu, anak dan cucunya mengantarkan pesanan makanan ke rumah terduga pelaku yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Yang mana, istri pelaku merupakan langganannya. Tiba di rumah pemesan, korban disuruh masuk ke dalam untuk menemui istri pelaku.
“Pas masuk, ternyata tidak ada siapa-siapa. Terus pelaku menanyakan harga pesanan berapa? Anak saya jawab Rp75.000. Lalu pelaku masuk ambil uang dan ngasih Rp100 ribu. Karena tidak ada kembaliannya, terus pelaku bilang ambil saja kembaliannya sambil mengusap kebagian dada anaknya,” jelasnya.
Tidak sampai di situ, pelaku melakukan hal yang sama saat anaknya sedang mengambil sendal keponakannya. Bagian dada putrinya itu kembali menjadi sasaran. Sontak hal itu membuat anaknya kaget bukan kepalang.
“Saat pulang dia nangis. Saya kira berantem dengan kakaknya. Tapi akhirnya dia curhat ke saya kalau dia ngaku dilecehkan. Saya sempat enggak percaya, tapi anak saya sampai bersumpah kalau dilecehkan oleh pelaku,” kenangnya.
Sehari setelah kejadian, keluarga korban melakukam visum dan membuat laporan ke Polisi. Saat itu mereka didampingi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Akan tetapi urung didampingi dengan alasan anaknya sudah berusia 18 tahun sehingga tidak masuk kategori pendampingan KPAI.
“Dari situ saya nangis, bingung kepada siapa berlindung dan saya sempat tertekan,” keluhnya.
Upaya mediasi sempat dilakukan pelaku beberapa bulan lalu. Namun saat itu tidak ada titik penyelesaian.
“Sempat ada mediasi dari pelaku. Kami dipertemukan di salah satu rumah makan di Pandeglang. Tapi tidak ada kejelasan. Pelaku hanya minta maaf. Kalau maaf, saya terima. Tapi saya tidak mau kasus ini selesai di sini. Proses hukum harus berlanjut,” tegasnya.
Ia berharap, kasus ini tetap dilanjutkan. Sebab, perilaku pelaku sudah sangat merusak mental anaknya. Bahkan hingga saat ini anaknya masih sering berteriak tanpa alasan yang jelas.***
Penulis: SN