Mediasuararakyat.com – Pandeglang, Banten | Setelah mendapatkan gelar Doktor Ilmu Hukum dari UNISSULA Semarang, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pandeglang berencana akan mendorong perubahan atau revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 224 tahun 1961 tentang pembatasan lahan wilayah kepemilikan peralihan tanah absente.

Hal itu disampaikan Dr. Suraji, SH., MM., M.Kn., C.Med. selaku Kepala ATR/BPN Pandeglang saat berbincang dengan wartawan, Selasa (29/11/2022) yang mengaku telah selesai atas ujian terbuka promosi Doktor Bidang Ilmu Hukum.

Disinggung alasan akan mendorongnya untuk revisi PP dan Permen Agraria tersebut, karena sudah tidak relevan lagi didalam pertanahan saat ini.

Menurut Suraji, berdasarkan pengalaman dirinya tugas di Kalimantan yaitu di Kapuas dan Katingan, bahwa tanah pertanian yang diatur oleh PP 224 tahun 1961 dan Peraturan Menteri (Permen) Agraria tentang tata ruang nomor 18 tahun 2016 dimana ada beberapa pasal, khususnya pasal 3 ayat 1 bahwa tanah pertanian tidak boleh dialihkan kepada orang atau calon pembeli yang berada diluar kecamatan.

“Dalam PP itu, dia harus mencari pembeli yang ada dalam satu kecamatan, sehingga masyarakat merasa tidak adil, merasa terhambat oleh peraturan tersebut, karena peraturan ini menurut kami sudah tidak relevan lagi dan tidak berkeadilan,” terang Dr Suraji.

“Karena PP 224 tahun 1961 ini membelenggung masyarakat dengan harus mencari lahan disatu kecamatan. Untuk itu harus meregulasi dan mengkontruksi PP dan Permen tersebut,” sambungnya.

Selain PP 224 itu, Suraji menjelaskan harus ada perubahan pasal 4 ayat 1 di Permen nomor 18 tahun 2016 akan dimohon perubahan.

“Artinya, disini kita revisi untuk merubah jangan memberikan batasan begitu sempit dalam satu wilayah kecamatan, bahkan dalam satu wilayah kabupaten saja sudah sulit mencari pembeli, maka itu harus direkontruksi pasal tersebut untuk diperluas wilayahnya dalam satu wilayah provinsi. Seperti di Provinsi Banten ada 8 kabupaten/kota,” terangnya.

Dalam revisi itu, kata Suraji, seperti orang Tangerang Selatan memiliki tanah di Pandeglang diperbolehkan, karena selama ini tidak diperbolehkan, karena banyak masyarakat yang peralihannya dilakukan dengan transaksi dibawah tangan, hanya cukup secarik kertas dengan catatan kwitansi.

“Nah ini berdampak pada pajak negara, mereka tidak membayar PPH, BPHTB dan itu tidak bisa didaftarkan ke Kantor BPN, karena itu yang membatasi. Untuk itu, kami mencoba dengan para akademisi atau dengan kampus UNISSULA Semarang, dengan hanya program 2 tahun setengah Alhamdulillah program doktor saya bisa capai dengan upaya dan perjuangan yang begitu berat. Dan Alhamdulillah kemarin saya sudah dipromosikan menjadi Doktor S3 dibidang ilmu hukum,” bebernya.

Suraji berjanji akan mendorong revisi PP dan Permen tersebut pada Pemerintah Pusat dant DPR RI.

“Ini nanti akan kami bawa keranah selanjutnya dalam implementasi di masyarakat khususnya ada raker-raker akan kami usulkan dan memberikan saran pada masyarakat supaya tidak lagi untuk membuat akte yang dibawah tangan. Dan kami akan merekomendasikan kepada pemerintah dan DPR RI untuk merevisi PP 224 tahun 1961 dan kami akan mengusulkan pada ATR/BPN untuk merekomendasi Permen pasal 4 ayat 1 agar segera direvisi. Itu langkah saya nanti,” tuturnya.

Suraji berharap agar masyarakat yang ingin merubah nasibnya soal pertanahan bisa teratasi, karena selama ini sulit untuk melakukan transaksi jual beli tanah. Apakah digadaikan, sehingga tidak bisa lunas diambil oleh broker.

“Ini jadi kendala, mudah-mudahan dengan desertasi saya ini akan membawa perubahan, khususnya memberikan kesejahteraan pada masyarakat bisa leluasa untuk menjualnya,” harapnya.

Tapi perlu diingat, lanjut Suraji lagi, bahwa ini bukan kaitannya dengan ahli fungsi lahan. Karena ahli fungsi lahan itu diatur dalam Perda 32 tahun 2011 tentang tata tuang wilayah dan Perpres 59 tahun 2019.

“Yang kita bongkar direvisi tentang pembatasan lahan wilayah kepemilikan peralihan tanah absente. Inti pointnya disitu khusus untuk dasar peralihan,” cetusnya.

“Harapan saya kedepan ingin dimana saya bertugas khususnya masyarakat kami petani-petani tidak lagi membuat akte jual beli dibawah tangan, karena itu melanggar hukum dan tidak ada kepastian hukum karena pembelinya tidak Nisa membalik namakan, dan pihak pemerintah segera merevisi itu. Agar para petani bisa merubah nasibnya dengan mendapatkan modal untuk usaha, dan masih bisa menggarap tanahnya tersebut,” imbuhnya.***

Penulis: SN

admin

Editor : admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content ini dilindungi.....!!!!