Mediasuararakyat.com – Banten | Demi alasan stabilitas nasional jelang pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024, Presiden Joko Widodo berpotensi memperpanjang masa dinas aktif Jenderal Dudung Abdurachman maupun Laksamana Yudo Margono, hingga pergantian kepemimpinan nasional pada akhir Oktober 2024.
“Masa dinas aktif Jenderal Dudung Abdurachman maupun Laksamana Yudo Margono bisa diperpanjang dari November 2023 menjadi Oktober bahkan 1 Desember 2024, demi alasan stabilitas nasional menghadapi pemilu,” kata analis politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/7/2023).
Menurut Selamat Ginting, bukan hal baru jika presiden akan memperpanjang masa dinas aktif keprajuritan bagi perwira tinggi bintang empat. Apalagi dengan mendapatkan persetujuan DPR, hal ini bisa saja dilakukan Presiden Jokowi, dalam waktu dekat ini.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu mengemukakan, pernah ada preseden sebelumnya di era Orde Baru. Tiga Panglima ABRI mendapatkan perpanjangan dinas aktif, yakni: Jenderal LB Moerdani (pensiun 56 tahun), Jenderal Try Sutrisno (pensiun 58 tahun), dan Jenderal Feisal Tanjung (pensiun 59 tahun). Padahal usia pensiun perwira ABRI saat itu, 55 tahun.
Hal yang sama terjadi pada era Reformasi. Pertama, Presiden Megawati pada 2002 memperpanjang usia pensiun Jenderal Endriartono Sutarto. Saat itu yang berlaku UU No 2 Tahun 1988 tentang ABRI. Usia pensiun perwira TNI saat itu 55 tahun.
Kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2005 memperpanjang masa dinas aktif Jenderal Endriartono Sutarto dari 58 tahun menjadi 59 tahun.
Saat itu sudah ada UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI. Usia pensiun perwira TNI 58 tahun. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman dan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sesuai UU No 34 tentang TNI Tahun 2004, akan mengakhiri masa dinas aktifnya sebagai prajurit TNI dalam usia 58 tahun, secara bersamaan terhitung pada 1 Desember 2023. Pensiun perwira tinggi TNI/Polri melalui keputusan presiden.
“Siapa yang akan diperpanjang masa dinas aktif keprajuritannya di antara dua jenderal bintang empat itu, menjadi hak prerogratif Presiden. Siapa yang lebih dipercaya Presiden Jokowi antara Dudung atau Yudo? menurut saya keduanya akan tetap diberikan kedudukan terhormat, seperti jabatan menteri kabinet,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik dan militer.
Dudung Kandidat Panglima TNI
Selamat Ginting memprediksi, apabila Jenderal Dudung yang diperpanjang masa dinas aktifnya, maka kemungkinan abituren Akademi Militer 1988-B itu akan menjadi Panglima TNI menggantikan Laksamana Yudo (abituren Akademi Angkatan Laut 1988-A). Tentu saja hingga terjadinya peralihan kepemimpinan nasional 2024 mendatang. Dengan catatan Laksamana Yudo tidak mendapatkan perpanjangan dinas aktif militer.
“Jadi Jenderal Dudung masih punya peluang besar menjadi Panglima TNI di akhir masa dinas aktifnya, dengan catatan mendapatkan perpanjangan dinas aktif keprajuritan selama satu tahun melalui keputusan presiden atau peraturan presiden, dengan asumsi Laksamana Yudo tidak mendapatkan perpanjangan dinas aktif,” ungkap Ginting, memprediksi.
Posisi KSAD selanjutnya, kata Ginting, kemungkinan akan digantikan para letnan jenderal (letjen) yang memiliki ‘darah biru’, karena pernah bertugas mendampingi Presiden Jokowi di istana. Mereka adalah Letjen Suharyanto, Letjen Agus Subiyanto, dan Letjen Maruli Simanjuntak. (Baca analisis Selamat Ginting: Tiga Letnan Jenderal ‘Darah Biru’ Menguak Takdir jadi KSAD). Lagi pula, lanjut Ginting, Jenderal Dudung sudah menjelang dua tahun menjadi KSAD.
Jadi kemungkinan posisi KSAD dan Panglima TNI akan mengalami pergantian dalam waktu dekat ini, sebelum proses pendaftaran calon presiden/calon wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Artinya akan ada percepatan rotasi maupun mutasi elite TNI.
“Jika skenario itu yang digunakan Presiden Jokowi, maka Yudo yang baru sekitar 6-7 bulan menjadi Panglima TNI, bisa saja digeser masuk ke kabinet. Apalagi masih ada satu posisi menteri kosong yang belum diisi, yakni Menteri Komunikasi dan Informasi yang sebelumnya diduduki Johnny G Plate dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem),” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik dan militer.
“Sebaliknya, jika Laksamana Yudo yang akan diperpanjang masa dinas aktifnya, dengan asumsi Dudung tidak mendapatkan perpanjangan dinas aktif, maka kemungkinan Dudung yang akan menempati posisi menteri kabinet. Semuanya tergantung kepentingan kekuasaan Presiden Jokowi,” ujar Ginting yang mengenyam pendidikan sarjana ilmu politik, magister komunikasi politik, dan doktoral ilmu politik.
Kemungkinan berikutnya, lanjut Ginting, kedua jenderal bintang empat itu sama-sama diperpanjang masa dinas aktifnya. Sehingga keduanya tetap di posisi semula, Yudo sebagai Panglima TNI dan Dudung sebagai KSAD atau bergeser menjadi Wakil Panglima TNI.
Teori Kekuasan Weber
Menurut Selamat Ginting, sesuai teori kekuasaan Max Weber, ilmuwan politik dari Jerman, penguasa akan memanfaatkan kekuasaannya sebagai kesempatan untuk memenuhi keinginannya atau kehendaknya walau harus menghadapi kehendak pihak lain.
“Jadi, walau pun keputusan penguasa kontroversial, namun dia bisa memaksakan kehendaknya kepada pihak lain untuk mewujudkan ambisinya mempertahankan kekuasaannya,” ungkap Ginting.
Dikemukakan, dalam hal perpanjangan dinas aktif jenderal bintang empat dengan alasan stabilitas nasional menghadapi pemilu 2024, maka Presiden Jokowi berpotensi akan memilih opsi kebijakan politik yang kontroversial tersebut.
Menurut Ginting, walau harus menentang pihak lain yang tidak setuju dengan keputusan politiknya, Presiden Jokowi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas militer sesuai UUD 1945 Pasal 10, berpotensi mengikuti langkah Presiden Soeharto, Presiden Megawati dan Presiden SBY yang mendapatkan persetujuan DPR.
“Presiden Jokowi kemungkinan akan mewujudkan keinginannya untuk memperpanjang masa dinas aktif Jenderal Dudung dan atau Laksamana Yudo dengan dalih stabilitas nasional,” pungkas Ginting dengan meyakinkan.***
Penulis: SN