Mediasuararakyat.com – Medan, SUMUT | Kerjasama Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) bekerjasama dengan Majelis Daerah (MD) KAHMI Medan menggelar Seminar Kepemiluan dengan tema “Peran Kaum Muda Dalam Mensukseskan Pemilu 2024”.
Seminar dilaksanakan di Aula Perpustakaan UINSU Kampus IV
Jalan Lapangan Golf 120 Medan Tuntungan.
Ketua MD KAHMI Medan Dr. dr. Delyuzar sangat gembira dapat melaksanakan seminar mengedukasi adik-adik mahasiswa apa dan bagaimana pemilu yang dilaksanakan lima tahun sekali.
Pemilu yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 akan menentukan nasib bangsa Indonesia, tentunya kita sebagai anak bangsa tidak boleh apatis tentang penyelenggaraan pemilu.
Di sana sini masih banyak kekurangan oleh penyelenggara negara di Republik Indonesia, tugas kita, tugas mahasiswa, tugas adik-adik lah untuk memperbaiki, salah satunya dengan penyelenggaraan pemilu yang harus jujur dan adil. Visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah gagasan ideal bagi Indonesia untuk menjadi negara berdaulat, maju , adil dan makmur tepat 100 tahun Indonesia merdeka.
Estafeta Kepemimpinan akan adik-adik pegang untuk itu saat inilah Saudara semua mulai belajar demokrasi, melalui pemilu yang akan diselenggarakan tahun 2024. Jadikan pemilu untuk pembelajaran bagaimana nanti tiba saatnya mengelola negara dengan baik.
Seminar ini dihadiri Wakil Rektor I Prof.Dr. Akmal Tarigan, Dekan dan dosen.
Pemateri pertama, Majda El Muhtaj, SH,MH menyampaikan pandangannya tentang bagaimana Mengukur Demokrasi?.
Dijelaskan, Paling tidak ada tiga Pilar prinsip demokrasi yakni,
Kebebasan atau persamaan, Kedaulatan rakyat, dan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab.
“Secara fungsional, demokrasi diartikan sebagai nilai kehidupan yang baik (good society) sebagai pola interaksi sosial. Demokrasi sebagai interaksi masyarakat di konstuksikan melalui mekanisme inclusiveness ( partisipasi seperti dalam pemilu dan kritik,” jelas Majda.
Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi sehingga langit Indonesia menggelegar seperti saat ini yang mengabulkan sebagian uji materi terhadap UU pemilu terkait batas usia capres-wacapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A Almas dimana empat hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion yaitu, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Dijelaskan oleh Majda Dissenting opinion oleh empat hakim tersebut terkait pasal 169 huruf q Undang – Undang 7/2017 amar putusan MK Nomor : 90/PUU-XXI/2023 a quo menyatakan ‘persyaratan menjadi calon presiden dan wapres huruf q berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah’.
Saat ditanya seorang mahasiswa bagaimana menyikapi keputusan MK, dengan logatnya yang khas Majda menjawab apakah dengan putusan MK tersebut Indonesia akan karam? Tidak kan! Ini kesempatan buat kalian 20 tahun lagi, empat kali pemilu yang akan datang akan kami saksikan kalian lah yang akan menjadi Nakhoda negeri ini.
Prof.Dr.H. Fachruddin Azmi selaku Guru Besar mewancarai mahasiswa tentang penyelenggaraan pemilu, beliau mengelompokkan ada 5 kelompok memberikan pendapatnya.
Kelompok pertama, saat ditanya tentang penyelenggaraan pemilu
Mereka menjawab bahwa pelaksanaan pemilu tidak ada perubahan yang berarti.
Kelompok Kedua Menjawab ini adalah kesempatan perubahan dalam jawaban tercermin optimisme.
Kelompok ketiga, Tidak tau.
Kelompok keempat, hampir sama jawabannya dengan kelompok pertama yaitu mereka menyampaikan tidak ada artinya.
Kelompok kelima, punya jawaban orang Islam ini dibodohi.
Mendapat jawaban yang demikian sebagai Guru Besar, Dosen dan pendidik berfikir bagaimana menyadarkan pentingnya arti pemilu untuk keberlanjutan sebuah negara.
Perlu dikembangkan literasi politik, sehingga rakyat Indonesia melek politik.
Produk Undang-undang, Regulasi, kebijakan lahir dari DPR untuk itu tentu memilih Presiden dan Wakil presiden, DPR RI DPD RI , DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten, Kota sangat berdampak terhadap penyelenggaraan negara.
Prof. Fachruddin menghimbau agar gunakan hak pilih di pemilu yang akan datang.
Pembicara terakhir, Prof.M.Syukri Albani Nasution menjelaskan tentang kondisi saat ini kaum milenial ingin serba instan, dan kaum milenial yang tidak suka membaca.
Menurutnya, pemilu 2024 sangat sensitif, oleh sebab itu diminta adik-adik mahasiswa tidak boleh apatis, kata Albani
Lebih lanjut Albani mengajak, “Justru dengan keluarnya putusan MK Nomor 90 / 2023 tentang batas usia, peluang besar buat saudara untuk memantaskan diri berkiprah di gelanggang politik, sikapi realitas tersebut dengan berfikir positif dan bisa menangkap peluang,” tutup Albani.
Penulis : S Hadi Purba Tambak