Mediasuararakyat.com – Karawang, Jawa Barat | Proyek jalan tol Jakarta-Cikampek II sisi selatan (Jakpek II) pembangunannya berhenti total (stack) di titik STA 32 dan 33 di Kampung Citaman Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang, faktanya sudah beberapa bulan ini tidak ada aktifitas, karena menuai kontroversi dengan masyarakat dan lingkungan, sehingga tidak mungkin dijadikan jalur fungsional dalam menyambut arus mudik dan arus balik lebaran tahun 2024.
Di titik pertemuan jalan tol jakpek II selatan dengan jalan raya Pangkalan menjadi arus lalu lintas yang tidak nyaman bagi masyarakat dan pengguna jalan, setelah adanya pengalihan jalan (tutup) setelah itu, sampai sekarang tidak ada kegiatan apapun sudah hampir satu tahun, disinyalir ada permasalahan dilapangan yang tak kunjung usai.
Hal tersebut dikatakan Ujang Nurali, S.Pd pada mediasuararakyat.com pada hari Sabtu (30/03/2024), Ujang Nurali merupakan salah seorang tokoh pemuda di Kampung Citaman Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Kabupaten Karawang.
Ujang Nurali atau biasa disapa Kang Una mengungkapkan bahwa berhentinya pembangunan jalan tol Japek II Selatan diduga ada hubungannya dengan permasalahan di lapangan yang tak kunjung usai.
“Masalah tersebut diakibatkan dari dampak pembangunan, yang mengakibatkan dampak sosial masyarakat atas pengadaan tanah dan dampak lingkungan hidup yang tidak ada kesesuaian dengan rencana tata ruang kabupaten atas pemanfaatan ruang terutama pada Kawasan Bentang Alam Karst Pangkalan sebagai kawasan lindung geologi sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Republik Indonesia Nomor 3606 K/40/MEM/2015 Tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Pangkalan”, ujar Kang Una.
“Dampaknya jelas sekali pembangunan jalan tol Jakpek II selatan di titik STA 32 dan 33 sudah sangat lambat dan jauh dari penyelesaian sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pemerintah. (over time)”, lanjutnya.
Kang Una juga mengatakan proyek jalan tol Jakpek II selatan merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah, sebagai mana di ditegaskan dalam ketentuan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) dan diejawantahkan pula dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023.
“Seharusnya dengan adanya perpres dan permen tersebut menjadi acuan dalam pelaksanaan di lapangan, karena prinsip dasar tujuannya adalah hadir bagi kesejahteraan masyarakat sebagai bukti negara atau pemerintah hadir/ada, namun kenyataanya sangat bertolak belakang dengan fakta di Kampung Citaman, sangat jauh panggang dari api untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, terbukti bahwa sampai hari ini bermunculan masalah-masalah yang timbul selain dari dampak sosial di masyarakat dan juga tidak memiliki kesesuaian rencana tata ruang dengan pemanfaatan ruang, selain itu terjadi penyerobotan tanah masyarakat yang belum dibebaskan yang masih dalam masa gugatan di pengadilan atau belum ada inkrah, terbukti pelaksana proyek dengan sengaja melakukan kegiatan di atas Kawasan Bentang Alama Karts Pangkalan yang dapat mengakibatkan terjadinya Daya Rusak Air pada mata air Citaman sebagai sumber air andalan bagi masyarakat umum, padahal setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya Daya Rusak Air sebagai mana ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air”, terang Kang Una.
Kang Unan juga menduga,“Jangan-jangan, tata letak mainroad jakpek II selatan di STA 32 dan 33 tidak sesuai dengan site plan yang ditentukan pemerintah, karena pembangunan nasional pasti diatur perncanaannya dengan matang, harus sesuai dengan waktu penyelesaian dan pasti diawali dengan studi kelayakan, studi lingkungan hidup, pemanfaatan rencana tata ruang dan juga penanganan dampak sosial, seperti yang diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2021”, katanya..
Kang Una juga menyesalkan atas sikap penanggungjawab pembangunan PT Jasamarga Jakpek Selatan (JJS) yang seakan mengabaikan persoalan-persoalan lingkungan hidup dan dampak sosial masyarakat, lemah dalam melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pemerintah dan/atau pemerintah daerah terutama dalam hal rencana tata ruang kabupaten.
Menurutnya, jika lokasi proyek strategis nasional belum sesuai dengan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan, setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tata ruang, itu diatur dalam Peraturan Pemerintah, kok diabaikan?, harusnya ada rekomendasi dulu dong, dari kementerian yang mengatur tentang rencana tata ruang dan dari kementerian yang mengurus tatanan Geologi, bukan berarti dirusak dulu lingkungannya, baru rekomendasinya di urus.
“Itu sama halnya seperti dihamili dulu, kalo sudah hamil baru dinikahi, walhasil faktanya : terbengkalai sampai sekarang”, kata Kang Una dengan kelakar sindirannya.
Juga menurutnya, menteri PUPR Republik Indonesia, menteri BUMN Republik Indonesia dan kementerian yang terkait harus bertanggungjawab atas mangkraknya proyek jalan tol Jakpek II selatan di STA 32 dan 33, untuk segera mengambil tindakan dan tekanan secara professional, agar kelanjutan dan kesinambungan pembangunan yang berkualitas yang sesuai aturan perundang-undangan dapat segera diselesaikan.
“Pada prinsipnya masyarakat kampung Citaman Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan Karawang maupun yang terdampak langsung pembangunan jalan tol Jakpek II selatan tidak menolak, namun pelaksana tidak boleh bertindak ugal-ugalan dalam melakukan kegiatannya, dan tidak boleh bertindak diluar aturan dan perundang-undangan”, jelas Kang Una.
“Masayarakat Kampung. Citaman secara resmi sudah berkali-kali bersurat kepada bupati Karawang untuk memohon solusi pertimbangan teknis dan hukum terhadapa dampak sosial masyarakat dan dampak kerusakan lingkungan, namun satu suratpun tidak pernah dijawab, mungkin kami sudah dianggap bukan merupakan bagian dari masyarakat Kabupaten Karawang lagi”, tutupnya dengan nada kesal.
Penulis : Red – Kang UNA (Ujang Nur Ali) Ketua Forum KBAK Pangkalan