Mediasuararakyat.com – Siantar, Sumatera Utara | Klaim segelintir oknum terhadap tanah adat di Dolok Parmonangan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara sangat disesalkan keturunan (ahli waris) Raja Tanah Jawa, Arwansyah Sinaga.
Hal itu disesalkan, karena tidak ada tanah adat di wilayah eks Kerajaan Tanah Jawa yang saat ini berada di wilayah teritori Kabupaten Simalungun.
“Yang ada itu tanah kerajaan,” ujar Arwansyah Sinaga saat ditemui di rumahnya, Jalan Pagaruyung, Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, Sumatera Utara, Senin sore (27/05/2024).
Sebut keturunan ke tiga dari Raja Djintar Sinaga ini, pada zaman kerajaan, Dolok Parmonangan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Tanah Jawa. Sehingga bisa dipastikan tidak ada tanah adat di sana.
Di masa jayanya, wilayah Kerajaan Tanah Jawa sangat luas, hingga berbatasan langsung dengan laut asin dan laut tawar. Seiring dengan cukup luasnya wilayah Kerajaan Tanah Jawa, raja mengangkat (memiliki) 33 “Partuanon” dan 4 “Parbapaon”.
Dari seluruh “partuanon” dan “parbapaon” tersebut, seluruhnya bermarga Sinaga. Baik “partuanon” maupun “parbapaon” adalah sturuktur pemerintahan dibawa Kerajaan Tanah Jawa
“Kalau partuanon, memiliki hubungan darah yang kuat dengan raja. Sedangkan parbapaon, tidak memiliki hubungan darah dengan raja, namun bermarga Sinaga,” tandas Arwansyah Sinaga.
Sedangkan wilayah yang dimiliki “partuanon” maupun “parbapaon” merupakan wilayah yang diberikan Raja Tanah Jawa. “Jadi tetap dalam kekuasaan Raja Tanah Jawa. Begitu juga dengan Parmonangan, itu tanah kerajaan,” tandasnya.
Dijelaskan Arwansyah, Kerajaan Tanah Jawa terbentuk tahun 1225. Sedang sebelumnya, di masa Kerajaan Nagur, leluhur Raja Tanah Jawa merupakan unsur penasehat dari Raja Nagur.
Katanya, ia merupakan keturunan ke tiga dari Raja Tanah Jawa ke 18, Djintar Sinaga yang berkuasa dari tahun 1912 hingga 1918. Lalu digantikan pemangku Raja Tanah Jawa ke 19 Sang Madjadi Sinaga dari tahun 1918 hingga 1940.
Sementara, terkait klaim keberadaan komunitas sejumlah oknum yang menyebut leluhur mereka telah menguasai lahan di Dolok Parmonangan sejak tahun 1700 an, tegas dikatakan Arwansyah, kalau hal itu merupakan pembohongan.
Apalagi, dari zaman kerajaan hingga saat ini, tidak ada anak perempuan dari keturunan raja yang pernah menikah dengan pria bermarga Sialagan.
“Gak ada. Itu bohong itu. Kalau di Simalungun tidak ada tanah adat. Enggak, gak punya (tanah adat). Tanah kerajaan (yang) ada,” pungkasnya, lalu menegaskan, kebanyakan keturunan Raja Tanah Jawa menikah dengan anak perempuan dari kerjaan tetangga, utamanya dari Kerajaan Siantar bermarga Damanik.
Lebih lanjut ditegaskan Arwansyah, dimasa penjajahan Belanda, pihak Belanda ada menerbitkan “acte van concessi”. Didalamnya ada Dolok Parmonangan yang merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Tanah Jawa.
Kemudian Arwansyah menyatakan, ia bersedia menjadi saksi, bila ada pihak yang membutuhkan kesaksiannya untuk meluruskan sejarah, sehingga terhindar dari klaim sepihak dari oknum-oknum tertentu.
“Jadi kita harus pegang kuat itu Habonaron do Bona,” tuturnya. (S.Hadi Purba)