MediaSuaraRakyat.com_Sulbar, Dalam semangat menjaga harmoni dan keutuhan bangsa, Satgaswil Sulbar bekerja sama dengan Polres Pasangkayu, Kementerian Agama, MUI, FKUB, Dinas Sosial, Baznas, serta para tokoh agama (toga), tokoh masyarakat (tomas), dan tokoh adat (todad), menggelar kegiatan sosialisasi pencegahan intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Kegiatan strategis ini berlangsung di Mapolres Pasangkayu, Kamis 22 Mei 2025, dan menuai apresiasi luas, terutama kepada para Bhabinkamtibmas yang dinilai sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan sosial.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni. Di tengah situasi global yang semakin kompleks dan rentan, penyuluhan ini menjadi tameng awal untuk membendung masuknya ideologi-ideologi menyimpang yang mengancam stabilitas masyarakat. Para pemangku kepentingan berkumpul, berbagi gagasan, dan merumuskan langkah konkrit untuk menghadapi ancaman yang tak kasat mata namun sangat berbahaya: paham radikal yang bisa tumbuh di ruang-ruang sosial terkecil.
Kapolres Pasangkayu AKBP Joko Kusumadinata menyampaikan dukungan penuhnya terhadap kegiatan ini. Menurutnya, peningkatan pemahaman personel kepolisian, khususnya Bhabinkamtibmas, sangat penting dalam menghadapi potensi radikalisasi di lingkungan masyarakat. “Bhabinkamtibmas adalah ujung tombak kami, mereka yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Maka dari itu, peran mereka dalam mendeteksi dini perubahan sosial sangat krusial,” tegasnya.
Tak hanya aparat, tokoh masyarakat juga memberikan respon positif. Ketua FKUB Pasangkayu, Jabaruddin Rowal, menyebut kegiatan ini sebagai langkah konkret dan progresif dalam memerangi radikalisme serta terorisme. Ia menekankan pentingnya membangun sinergi antara aparat dan tokoh masyarakat agar ideologi-ideologi menyimpang tidak punya ruang tumbuh di Sulawesi Barat.
“Kolaborasi lintas sektor seperti ini harus terus diperkuat. Jangan beri celah sedikit pun bagi paham-paham yang bisa memecah belah umat dan bangsa,” ujar Jabaruddin dengan penuh semangat. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap waspada dan aktif melaporkan hal-hal mencurigakan yang bisa menjadi cikal bakal radikalisme.
Kegiatan ini juga menjadi ajang refleksi bersama, bahwa menjaga perdamaian bukan hanya tugas aparat, tetapi tanggung jawab bersama. Para peserta, mulai dari tokoh adat hingga aparat pemerintah daerah, berdiskusi hangat tentang strategi pencegahan yang tidak hanya efektif, tetapi juga humanis dan inklusif.
Yang menarik, sosialisasi ini dibarengi dengan simulasi deteksi dini serta pelatihan pendekatan sosial untuk Bhabinkamtibmas. Dengan metode ini, aparat bisa lebih peka terhadap dinamika yang terjadi di tengah masyarakat dan tidak hanya bersikap reaktif terhadap konflik, tetapi juga proaktif dalam menjaga harmoni sosial.
Di balik keseriusan agenda ini, tersirat optimisme bahwa dengan kerja sama yang kuat, Sulawesi Barat, khususnya Pasangkayu, akan menjadi daerah yang tahan terhadap guncangan ideologi ekstrem. Sosialisasi semacam ini diharapkan bisa menjadi role model bagi daerah lain di Indonesia yang juga menghadapi tantangan serupa.
Dengan semakin menguatnya kolaborasi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat sipil, harapan akan terwujudnya masyarakat yang inklusif, toleran, dan damai semakin nyata. Sebab, dalam menghadapi ancaman ideologis yang kompleks, senjata paling ampuh bukan hanya kekuatan, tetapi juga kesadaran dan solidaritas.
(Heryanto)
