Img 20250601 wa0031

MediaSuaraRakyat.com – Indramayu | Sebuah video viral yang diunggah oleh akun TikTok bernama Banzo Bae memetik perbincangan hangat di jagat maya, khususnya di kalangan warga Indramayu.

Video tersebut memperlihatkan sekelompok ibu-ibu dan warga Desa Jumbleng blok jangga tua, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, yang secara tegas menolak penggunaan jalan betonisasi baru di desa mereka oleh traktor pemanen padi, atau yang dikenal dengan istilah Combine Harvester atau Alat pemotong padi.

Dalam video berdurasi kurang dari satu menit tersebut, sang perekam menyebut, “Ini ibu-ibunya katanya komplen, baru masuk ada Combine Harvester.”

Ungkapan itu menggambarkan keresahan warga yang menyayangkan kendaraan berat digunakan di jalan yang belum lama dibangun.

Penolakan warga terutama datang dari kelompok ibu-ibu yang merasa khawatir jalan beton yang baru berusia sebulan itu akan rusak jika dilewati kendaraan berat seperti komben. Salah satu ibu berbaju merah dalam video itu dengan lantang berkata, “Kalau pakai komben, wong tani-nya mau makan apa? Jalannya baru dibangun sebulan, entar rusak.”

Sikap keberatan juga disampaikan oleh sejumlah bapak-bapak yang tampak mendampingi para ibu-ibu tersebut.

Salah satu dari mereka berkata, “Silakan kalau di sawah, padi-nya mau di-komben, silakan saja. Tapi jalannya jangan lewat sini.”

Pernyataan itu menegaskan bahwa warga tidak menolak teknologi pertanian, namun keberatan jika jalan umum rusak jadi korbannya.

Video itu pun mengundang simpati netizen, sebagian besar mendukung aksi spontan warga.

Banyak yang menyayangkan pembangunan infrastruktur desa yang mahal dan bersumber dari dana publik harus cepat rusak hanya karena tidak ada regulasi tegas tentang penggunaan jalan oleh alat berat.

Dalam lanjutan video, sang pengunggah mengatakan, “Ini masyarakat pada komplen soalnya jalannya rusak. Tapi kalau pakai jalan sawah mah enggak papa, ini mah pakai jalan cor-coran.”

Kalimat itu kembali menegaskan bahwa warga sebenarnya memberi solusi: gunakan jalur alternatif yang tidak merusak fasilitas umum.

Pemerintah desa hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik tersebut. Namun, masyarakat berharap ada perhatian lebih dalam pengawasan pemanfaatan infrastruktur desa agar tidak disalahgunakan dan merugikan publik.

Kasus di Desa Jumbleng ini menjadi potret klasik persoalan pembangunan desa yang tidak dibarengi dengan pengaturan teknis penggunaan. Harapannya, kejadian ini bisa jadi momentum untuk memperjelas aturan serta melibatkan masyarakat dalam menjaga aset bersama.

(Heryanto)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content ini dilindungi.....!!!!