Compress 20250517 111817 7959

Mediasuararakyat.com – Indramayu | Di usia 10 tahun, Heri Sujati sudah merasakan getirnya hidup yang seharusnya belum perlu ia pikul. Bocah asal Desa Ranjeng, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, ini hidup sebatang kara bersama kakeknya setelah ditinggal kedua orang tua untuk selama-lamanya.

Nasib mereka semakin pilu kala rumah satu-satunya ambruk hingga tak lagi bisa dihuni.

Kini, tempat berteduh Heri dan kakeknya bukanlah bangunan permanen, melainkan tenda darurat.

Berdiri seadanya di atas tanah basah, tanpa dinding kokoh dan tanpa lantai layak, tenda itu menjadi saksi bisu perjuangan mereka melawan kerasnya hidup.

Kondisi ini sontak mengundang perhatian publik dan menggerakkan berbagai pihak untuk menelusuri penyebab serta respons dari pemerintah setempat.

Kepala Desa Ranjeng, H. Suja, menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam atas penderitaan Heri. Ia mengaku telah mengupayakan berbagai bantuan sejak kasus ini muncul.

“Kami dari pemerintah desa sudah mengajukan permohonan bantuan ke Pemerintah Kabupaten Indramayu sejak tahun lalu, khususnya untuk program bedah rumah. Tapi memang hingga saat ini masih menunggu realisasi,” ujar H. Suja saat dikonfirmasi KabarIndramayu, Jumat 16 Mei 2025

Selain itu, lanjut H. Suja, kebutuhan sehari-hari Heri dan sang kakek pun menjadi perhatian pihak desa. “Untuk makan sehari-hari, kami juga terkadang bantu dengan memberikan makanan. Artinya, anak ini masih kami pantau terus keberadaannya,” tambahnya.

Pihak Dinas Sosial sendiri, menurutnya, sudah sempat berkunjung dan memberikan bantuan langsung.

Tidak hanya itu, perhatian juga datang dari Dinas Kesehatan yang turut memantau kondisi kesehatan Heri agar tidak semakin memburuk dalam kondisi lingkungan yang serba terbatas itu.

Upaya pemerintah desa dalam menangani kasus ini memperlihatkan bahwa meski berada di wilayah pedesaan dengan keterbatasan sumber daya, niat dan kepedulian tetap menjadi prioritas “Kami tidak menutup mata.

Heri adalah warga kami, dan kami akan terus berusaha semaksimal mungkin demi masa depan dan kesejahteraannya,” ucap H. Suja.

H. Suja menekankan bahwa pemerintah desa berkomitmen tidak menutup mata. Segala daya dan upaya terus dilakukan, termasuk menjalin koordinasi dengan dinas kesehatan untuk memastikan kondisi Heri tetap terpantau.

“Kesehatannya kami perhatikan. Sudah ada pantauan dari Dinas Kesehatan juga,” tambahnya.

Namun, pertanyaan mendasar terus menggantung sampai kapan Heri harus bertahan di balik tenda rapuh itu? Sejauh apa negara hadir untuk anak-anak seperti Heri, yang sejak kecil sudah kehilangan orang tua dan harus berjuang hanya untuk tidur dalam keadaan kering?

Kisah Heri adalah potret kecil dari persoalan besar janji-janji kesejahteraan yang kerap tersendat di tengah jalan.

Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur, masih ada anak-anak seperti Heri yang bahkan belum memiliki atap untuk bermimpi.

Tenda itu bukan rumah dan tak seharusnya menjadi satu-satunya tempat berlindung seorang anak.

Kini bola ada di tangan pemerintah daerah. Heri dan kakeknya sudah terlalu lama menunggu.

Bukan hanya menunggu rumah, tapi juga menunggu kepastian bahwa negara hadir untuk mereka yang paling lemah dan paling membutuhkan.(Heryanto )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *